Kamis, 17 Oktober 2013

Penggila yang Bukan

Mereka  telah kehilangan semangat semenjak liburan itu mengkotak-kotakkan hati mereka. Semua terkotak terpetak dan tak ada saluran bolong yang menyatukannya kembali. Kering, ya keringlah sudah.
Satu kelas tampak kebingugan, semua kata menari memenuhi langit-langit kelas tanpa bisa terucap pengucap yang bisa ditelan mentah lalu menelusup ke hati lalu di simpan dan dipikirkan kemudian. Beberapa minggu berjalan seperti itu hingga puncak kebingungan dan kefuturan bersarang pada jiwa-jiwa intelek itu. Tibalah hari dimana seorang itu memuntahkan kegulanaan bagai pasien gila yang menari-nari tanpa busana di jalanan, kali ini dia menunjukkan gila dirinya di hadapan teman-temnanya.
“Hai, apa yang dilakukannya?” seorang bertanya keheranan. Padahal di jidatnya tertulis persis seperti penggila itu. Dasar, sama saja, yang membedakan hanya aksi gila yang dilihatkan penggila itu.
“Hai gila!” sekali lagi yang lain berteriak.
“Presiden evil!” celetukan kembali terlonar dari orang yang lebih gila, hanya saja dia mungkin sudah lebih purba mempertontonkan segala ketidakwajarannya pada kenyataan yang lebih luas.
Kali ini dia berkata, “I have no idea. I feel shy. So, I want to replace this place. I don’t want to be a leader anymore.”
“Presiden evil sudah gila. Kegilaan jika ditinggalkan akan hancur. Lalu bagaimana dengan nasib para penggila lainnya jika kepala gila kita mundur?” Seorang mahasiswa perokok itu seperti hampir kehabisan bateri hidupnya. Nyala rokoknya hampir membakar habis semangatnya.
Semua masih sepi, sibuk dengan urusan lain, padahal di pori-pori hatinya, hanya ada teman-temannya. Mereka berdusta pada wajah mereka masing-masing. Begitulah keadaan mereka disadarkan sebelum waktu penyesalan itu tiba.
Oh, ternyata semua tetap saja membohongi diri.
“Presiden evil untuk rakyat evil.”

Membingungkan??? Heh, selamat!!!

(Memori kata masuk kata ditulis, Kamis,17 Okt 2013)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar