- WELCOME TO MY BLOG

Senin, 05 Januari 2015

Buku Kumpulan Cerpenku yang bakal terbit bulan Januari ini ^_^

Dairy KMB 1 : Diskusi Via Telepon

26 Desember 2014, menjadi momen pertama yang tak terlupakan ketika aku memulai diskusi kepenulisan bersama empat orang temanku via telepon. Hari Jumat yang menjadi jadwal offline kami qadarullah selalu mendapat ujian kesabaran dari-Nya, sedangkan untuk jadwal online, alhamdulillah tetap berjalan. Jumat dua minggu lalu, hujan mengguyur kota Selong, kota di mana kampus kami megah berdiri, sekaligus menjadi tempat diskusi kami. Jumat  minggu lalu kakak  misanku melangsungkan akad nikahnya di tengah deru suara hujan yang semakin melebat. Jumat hari ini menjadi Jumat ketiga kegagalan kami bertemu karena hujan baru reda ketika jam Hello Kittyku membentuk sudut seratus tiga puluh lima derajat pojok kanan bawah, yang berarti pukul lima sore kurang lima belas menit. Karena semangat yang membara ditengah musim penghujan yang masih selau menyapa, ku raih hp dan menulis sms kepada teman-temanku.

Assalaualaikum. Maaf teman-teman, kita terhalang kembali untuk bertemu, tapi hujan gak boleh menghalangi semangat kita, masih ada jalan lain menuju Roma. Bertemu tak bisa, masih ada telepon yang selalu bisa. Mohon konfirmasi kesediaannya belajar lewat grup call sekarang. Send. Sms itupun terkirim.

Dua menit menunggu, tiga teman sudah mengkonfirmasi kesanggupannya. Tanpa menunggu lama, mengingat waktu yang terus mengejar angka lima dan dua belas, semua temanpun sudah tersambung.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh.”

“Mari kita mulai belajar kita dengan sama-sama membaca basmallah.”

“Bismillah.”

Kamipun memulai belajar dengan nikmat, seolah kami benar-benar berada di ruang diskusi nyata. Lontaran tanya kian menghangatkan suasana selepas awan menumpahkan rinai hujan membasah bumi Allah.Alhamduliiah alaa kulli haal, setiap takdir itu baik, meskipun saat itu kita belum mampu menebak apa hikmah dibalik takdir-Nya.

Hampir satu jam menggenap, waktunya mengakhiri diskusi. Aku bertanya tentang kesimpulan apa yang kami pelajari di kesempatan unik ini.

“Apa yang kita pelajari sore ini?” tanyaku.

“Hari ini kita belajar tentang penghambat datangnya ide dan solusinya.” Neli mengawali kesimpulannya.

“Hari ini kita belajar tentang sembilan jenis buku paling popular di pasaran.” Ela melanjutkan.

“Hari ini kita belajar tentang penulisan cerpen secara umum, struktur penulisan sesuai EyD, tapi itu juga secara umum.” Dovi menutup kesimpulanya.

“Pokoknya hari ini belajar banyak.” Neli nyeletuk lagi.

“Iya, kesimpulan yang bagus. Artinya semua sudah sama-sama mengerti. Jangan lupa, pertemuan selanjutnya, kosa kata baru lagi ya. Ingat juga, karya masing-masing  sudah harus siap bedah.”

“Sip!” Suara teman-temanku hampir bersamaan.

Sepuluh menit lewat sudah, berakhirlah diskusi yang menurutku pribadi cukup menarik itu. Selanjutnya tinggal menunggu kiriman karya teman-temnaku yang akan dibedah minggu depan. Permintaan maaf, ucapan terima kasih, dan salamlah yang mengakhiri semuanya. Sampai jumpa di Dairy KMB minggu depan.

*Belajar menulis, mohon masukan. Terima kasih

Menulis, Bisa!

Sekolah?
Punya buku catatan?
Punya Facebook?
Update status setiap hari?

Saya yakin, sekian deret pertanyaan itu pasti dijawab hanya dengan satu jawaban, “Iya.” Nah, berarti sahabat semuanya adalah seorang penulis, penulis di facebook, penulis buku catatan, dan penulis-penulis lainnya. Penulis adalah seseorang yang mengerjakan pekerjaan menulis, apa yang ditulis penulis disebut tulisan. Jangan membatasi pikiran bahwa kata penulis hanya bagi mereka yang karyanya sudah dipublikasikan secara besar-besaran saja.

Ada pertanyaan yang sering terlontar dari mereka yang terlalu mengkotak-kotakkan istilah penulis. Bagaimana caranya untuk menjadi penulis?
Aduh, kok nanya lagi. Saya jawab, MENULISLAH! Pada dasarnya kita tau itu, tapi pikiran kita masih dipersempit oleh anggapan seperti yang saya sebutkan di awal. Sekarang, coba diam sejenak, ingat pelajaran bahasa Indonesia mengenai imbuhan kalau memang malas membuka KBBI, maka akan ketemulah jawabannya. Kalau sudah bisa menerima, mari kita lanjutkan.

Tapi kan saya bukan penulis, lalu bagaimana saya bisa memulai untuk menulis?
Jawabannya lagi-lagi, ya menulis dulu baru dikatakan penulis. Masuk logika, bukan? Yang penting sekali lagi jangan dipersempit! Orang yang menulis naskah drama juga disebut penulis, penulis naskah. Orang yang menulis skenrio film juga disebut penulis, penulis skenario. Bukankah begitu?

Lalu apa saja yang harus saya tulis?
Banyak, kita bisa memulainya dari diri kita sendiri, pengalaman kita mungkin, atau dari orang-orang di sekeliling kita, tentang lingkungan kita, dan masih banyak lagi. Saran saya, coba kita mulai dari hal yang mudah dan menyenangkan, sehingga kita tidak merasa terbeban di awal kemudian menganggap menulis itu sulit. Jenis tulisan yang ingin ditulis juga boleh apa saja, fiksi, nonfiksi, cerpen, artikel, FTS, dan lain-lain.

Dimana saya menulis?
Laptop banyak, buku, facebook, blog, twitter, dan masih banyak lagi media yang saat ini tumbuh dengan pesat.

Kapan saya bisa menulis?
Menulis boleh kapan saja, diutamakan saat ide itu muncul. Saat ide di kepala kita muncul, jangan sampai dilewatkan. Kita harus langsung menulisnya agar tidak lupa. Jika saat itu ternyata kita punya pekerjaan lain, kita bisa menulisnya di buku yang kita bawa atau di hp. Saat waktu luang tiba, tinggal kita pindahkan lalu tambah dengan pengembanagn yang kita inginkan.

Saya senang menulis di laptop, tapi saya tidak bisa mengetiknya dengan cepat, kelambatan saya sering menghilangkan ide saya sebelum saya tuangkan, alhasil tulisan saya jadi macet. Bagaimana solusinya?
Tulis dibuku dahulu! Jika ternyata itu terlalu merepotkan, silakan ketik di laptop. Keslahan typo (pengetikan) diabaikan saja, biarkan ide kita mengalir terlebih dahulu. Jika tulisan kita sudah selesai, barulah membacanya ulang sambil merevisi bagian yang kurang tepat dan salah ketik. Masalah kelambatan, itu masalah proses, nanti juga terbiasa.

Tapi saya tidak terlalu paham EYD.
Kita belajar sambil terus menjaga semangat menulis kita. Jangan sampai langkah kita terhenti hanya karena satu dua rintangan yang kita temui di tengah jalan.

Baiklah, pertanyaan kita cukupkan. Kita beralih kepada buku yang beberapa hari lalu saya baca. Satu kalimat berahasa Inggris yang saya temui ketika membaca buku “Menjadi Penulis Kreatif” milik Ipnu Rinto Nurgoho, penulis buku bestseller “3 Pocong Idiot”. Beliau menuliskan “I know I can write.’ Kita sebagai orang yang sedang menata niat untuk terus menulis sudah selayaknya menjadikan kalimat itu sebagai motivasi bagi diri kita. Suatu prestasi besar berawal dari usaha yang terus –menerus, dari hal-hal kecil yang mungkin kita bahkan orang lain sepelekan. Kita harus senantiasa berpositif thinking ketika kita ingin mengembangkan apa yang kita inginkan. Tau visi dari Komunitas Menulis Bersama yang begitu singkat namun sarat makna 'kan? “Sebuah Karya untuk Semesta," dimana visi itu juga merupakan motto saya.

Yang terakhir bagi kita agar tidak ada celah untuk berpikiran negatif dan ragu memulai sesuatu. Ini sebenarnya tidak ada kaitannya langsung dengan tulis-menulis, tapi ini berkaitan dengan pola pikir kita yang harus kita tanamkan sejak awal ketika ingin mengerjakan sesuatu, termasuk menyelesaikan tulisan juga. Kutipan dari Pascal, seoarang filsuf ahli matematika berkata, “Pikiran positif datang dari keyakinan, pikiran negatif datang dari keragu-raguan. Rasa takut yang benar adalah rasa takut yang digabungkan dengan harapan, karena itu lahir dari kepercayaan, serta kita berharap dari Tuhan yang kita yakini. Sementara rasa takut yang salah digabungkan dengan keputusasaan. Karena kita takut kepada Tuhan, maka beberapa orang takut kehilangan-Nya, namun ada juga yang takut mencari-Nya.

Bagaimana? Masih ragu dan menganggap menulis itu sulit?

Pak Tukang Becak

Pagi beranjak siang, semakin dekat hari perpisahan bersama teman-teman PPL, semakin tak ingin melewatkan momen-momen kecil untuk bersama. Tapi hari ini berbeda dengan sebelumnya, masih suasana UTS siswa, mahasiswa PPL diliburkan sementara, hanya yang punya keperluan dengan guru pamong saja yang ke sekolah, termasuk aku, dua orang teman cewek, dan seorang cowok.

Usai menemui guru pamong, tiba-tiba salah seorang temanku menawarkan agar kami ke pasar membeli keperluan dapur, mengingat selama di posko PPL KKN kami hampir tidak pernah ke pasar dan hanya membeli dipenjaja kaki lima dekat posko. Kami sepakat dan tak lama lewatlah becak di depan sekolah.

"Pak, stop!" Teriak Ahyar, teman cowok kami. Aku dan dua orang teman cewekku bergegas menuju becak, sedangkan yang cowok memilih untuk kembali ke posko. Kamipun menaiki si becak.
"Mau kemana, Nak?"Tanya pak kusir.
"Pasar, Pak."
"Pasar terminal?" Tanyanya lagi.
"Iya, Pak."

Sejenak obrolan kami terputus, yang ada hanyalah angin sepoi yang mengingatkan kami untuk bersyukur atas segala nikmat udara, kesempatan, umur, kehidupan yang lebih baik dari si tukang becak, dan masih banyak lagi yang harus disyukuri. Aku tersenyum lantaran ini pertama kali lagi aku menaiki becak setelah sekian tahun hanya bergantung pada kendaraan berbensin.

"Lagi PPL ya, Nak?" Tanya pak kusir.
"Iya, Pak."
"Kapan selesainya?"
"Dua minggu lagi, Pak."
"Oh. Anak saya juga sedang PPL. Semoga bapak bisa membiayainya hingga selesai."
"Iyakah?"

Kalimat itu memang sedikit, tapi hanya mereka yang pekalah yang mampu mengambil pelajaran luar biasa. Kami saling menatap. Tak menduga ternyata dibalik kesederhanaan bapak ini, ada anak yang bisa dibiayainya hingga hampir selesai kuliah. Aku jadi teringat tempo hari di TV, ketika sang putri wisuda, dia diantar dengan becak oleh ayahnya. Mungkin kelak iapun akan menjadi seperti itu, ayah sederhana dengan anak luar biasa.

"Ya Allah, terima kasih untuk pelajaran berharga yang Engkau ajarkan melalui seorang bapak-bapak dan seekor kudanya, betapa bersyukurnya kami yang masih memiliki orang tua yang jauh lebih berkecukupan. Sehatkan orang tua kami, jaga motivasi kami untuk tetap semangat belajar sebagaimana senantiasanya motivasi mereka agar kami menjadi pribadi mandiri yang bisa bermanfaat bagi sesama. Ya Allah, lancarkan rizki si tukang becak, semoga cita-cita yang ia titipkan pada anaknya Engkau wujudkan. Aamiin."



Curhat Katanya

#part I (General)

Hari ini aku kembali bertemu dengannya, lelaki yang ku kagumi itu. Sudah masuk tahun ke empat kuliahku dan aku masih seperti dulu, hanya bersembunyi di balik kacamata wanitaku.

Sore itu, aku menginjakkan kaki di kampus yang sepi, hanya terlihat secuil debu beterbangan menyapu tanah. Langkahku bukan langkah semangat, bukan juga langkah lesu, melainkan langkah rutinitas sebagai seorang mahasiswi yang mengisi liburan dengan sedikit kegiatan. Menaiki anak tangga lalu sampailah pada lantai dan ruang yang dimaksud. Ku lihat sesungging senyum tulus menyambut kedatanganku di sana, dialah lelaki yang selama ini ku tau mencintaiku dengan sangat. Akupun membalas lalu merunduk jalan.

“Assalamualaikum.” Salamku lalu duduk dan becengkrama  bersama teman-teman wanita lainnya. Posisiku bersebelahan dengan tiang agar tak terlalu jelas dari deretan para lelaki yang ternyata semuanya sedikit lebih muda dariku. Merekalah para generasi penerus kampus.

Sekitar sepuluh menit berlalu, akupun berdiri lalu keluar dari perkumpulan karena ada keperluan yang ingin kutunaikan sebentar. Tak lama berselang, akupun kembali, dan ada yang baru ketika aku kembali. Ada seorang yang kukagumi sudah duduk manis di sana. Senyumnya mengembang, khas dirinya yang biasa ku lihat setiap kami bertemu. Tak dipungkiri, otakku merekam semua tampilannya, hingga perubahan kulitnya setelah sekian lama merantau terekam otomatis. Selamat datang kembali di tempat ini, Ucap hatiku.

Melihatmu, haruskah aku menyimpankan satu buku yang bisa mengekspresikan segala tentangku untukmu? Aku pernah menulis satu cerita tentangku padamu, tapi hingga detik ini kau tak pernah tau. Biarlah, yang penting kau sudah abadi dalam buku itu. Aku lebih nyaman kau tak tau. Hanya berani berkata pada diri.

Tibalah saat dia berbagi dengan kami, segala kisah perjalanan, pelajaran, dan motivasi tersalur. Waktu ternyata membatasi kami namun sedikit wejangannya tak ku sia-siakan.

Uupss!! Ternyata ada mata lain yang memperhatikanku melihatnya. Senyumkupun tertangkap oleh sang pemberi senyum di awal. Maaf.

Bersambung…
*Maaf kalau tidak dimengerti, maklumkan hati sang pencurhat membebaskan diri. hi

Rindu Sendal Syaikh (Memori SMA IT Abu Hurairah)

Jreeng!!!

“Assalamualaikum warohmatullahi wabarokaatuh.” Versi Wendi, ABG Jadi Manten.

Rindu
Terobati dengan sebuah pertemuan
Terlukai lagi dengan sebuah perpisahan
Lalu haruskah kita tak memulai?
***

Sudah hampir empat tahun aku meninggalkan Abu Hurairah tercinta, sekolah yang menuntun sebagian usia remajaku. Setelah sekian lama disibukkan oleh aktifitas kampus yang padat, pagi ini coba kuputar lagi beberapa keping ingatan agar semua kesan itu bisa selalu disyukuri.

“Kemana ya sandal syaikhku?” itulah pertanyaan yang selalu hadir hingga detik ini. So, why? Tinggal dijawab aja kan, di sana atau di sini. Masalahnya tempetnya aja aku gak tau juga.

Dengan segala daya upaya kuusahakan -dramatis banget- agar sandal itu tetap bertahan meski dimakan usia –tambah lebay aja- , akhirnya tiada lagi jejaknya.

Mungkin setahun belakangan ini sandal Syaikh tak lagi tampak batang hidungnya –emangnya manusia?-. Padahal sandal itu begitu berharga. Mendapatkannya pun butuh pengorbanan hati. Kok bisa?

Ceritanya, di suatu sore aku dijemput paman untuk pulang karena mama jatuh sakit, padahal esok harinya Syaikh Dakhil akan datang ke asrama. Ingin sekali ku liat seorang bernama Syaikh Dakhil itu secara langsung, orang yang banyak berjasa untuk Abu Hurairah Tercinta. Kurang lebih seminggu lamanya aku dan teman-tema gak sabar menanti kehadiran beliau, ternyata Allah memintaku untuk pulang. Takdir. Lesu, lemah, lunglai.

“Ayo pulang.” Ajak paman dengan lemahnya.

Akupun melangkah dengan lemah juga. Ternyata penantianku berakhir tanpa perjumpaan dengan orang yang ditunggu. Akupun pulang, karena mama nomor satu. Meskipin berat juga langkahku meninggalkan asrama.
***

Balik ke Abu Hurairah setelah beberapa hari di rumah, sebuah bingkisan penuh diberikan oleh Hety padaku. “Ini ukh bagiannya dari Syaikh Dakhil.” Katanya bersemangat.

Aku tersenyum lalu berucap, “Jazakillah khair ya.” Padahal kalo bisa terima langsung saat syaikhnya di sini pasti berkesan banget.

Bingkisan itupun aku buka. Semua santri dapat bingkisan juga, dari SD sampai SMA. Untuk yang SMA, aku melihat isinya dari bingkisan yang aku peroleh. Ada gamis, sandal kodok, buku tulis, dan perlengkapan sekolah lainnya.
***

Hampir empat tahun berlalu, saat ini aku mahasiswi semester  enam. Alat tulis tentu bisa habis karena dipakai. Gamis masih seringku pakai, tapi sandal, sandal yang berusaha ku jaga juga gak tau kemana. Dulu aku takut bawa keluar rumah. Mungkin karena kelalaian, hingga sekarang entah dimana benda itu berada. Warnanya biru, warna kesukaanku. Dipakainya juga nyaman. Uhuk-uhuk kangen banget, soalnya dapetinnya juga ‘begitu’ banget. Oh sandal Syaikhku, kemanakah kamu? Hanya ikhlas yang mampu membayarnya lunas.

Punya kalian masih ada gak?

Kegagalan Itu Milikku

“Aku hampir lupa rasanya menjadi pemenang, karena kegagalan lebih sering aku dapatkan.”

Kegagalan, satu kata yang bagi sebagian orang menjadi  momok yang menakutkan. Satu kata yang bagi sebagian orang juga menjadi hal yang harus dihindari. Satu kata yang malah bagi sebagian orang menjadi suatu tantangan yang harus dihadapi, harus diiyakan, bahkan terkadang harus ditelan mentah-mentah.

Kegagalan bukan hanya masalah kita menerima lalu hilang. Jika perkaranya hanya sebatas itu, tidak ada orang yang takut akan gagal, tidak ada orang yang termotivasi ataupun merasa jatuh sama sekali, tapi kegagalan juga masalah hati, masalah kelapangan, masalah perasaan, dan masalah kesabaran. Orang yang berani menantang kegagalan adalah mereka yang memiliki kesabaran, mereka yang telah menyiapkan kelapangan pada hatinya. Setinggi tantangan lebih tinggi lagi kesabaran ketika kita menerima kekalahan.

Semua orang yang mengusahakan sesuatu pasti dengan tujuan untuk meraih keberhasilan, menjadi pemenang untuk suatu tantangan yang diambil. Semua orang menginginkan kebahagiaan untuk dirinya, karena menang itu menyenangkan. Tapi taukah, apapun tantangan itu, sekecil atau sebesar apapun, hanya ada satu diantara dua kemungkinan yang akan didapatkan. Menang atau kalah, berhasil atau gagal. Jika keberhasilan belum mendatangi kita, berlapangkah untuk kata gagal.

“Aku bersyukur meski yang kurasakan hanya sebuah kegagalan, daripada mereka yang tak merasakan apapun.”

Kegagalan atau keberhasilan akan terasa setelah orang menjalani sebuah tantangan, karena keduanya merupakan hasil dari sebuah perjuangan. Tidak merasakan berarti tidak berbuat, beranilah untuk merasakan, daripada tidak sama sekali.

Banyak orang menghindari tantangan untuk mencari jalan aman agar tak ada stempel gagal ataupun rasa sedih yang mungkin akan melandanya. Ketahuilah, mereka itulah pecundang.

Jangan juga cepat menghukumi diri kita tak memiliki kemampuan dalam hal ini ataupun hal itu, hanya mencoba yang akan membuat kita tahu. Kita ambil contoh, ada seorang yang berkata,”Ini mungkin bukan bidangku. Bidangku dan minatku adalah tulisan fiksi, sementara nonfiksi aku tak tau sama sekali.”

Bagaimana kita bisa mengetahui diri kita jika tidak mencobanya dahulu, bukan sekali, bukan dua kali, melainkan berkali-kali. Kemauan itu melampaui kemampuan. Komitmen dan konsistensi akan menemani kita untuk menjalani sebuah tantangan. Jika kegagalan adalah sesuatu yang ditakutkan lalu menghindari tantangan,  maka dipastikan tak ada kemenangan untuk seorang penakut.

Gagal itu bagai akar, kegagalan selanjutnya bagai batang, kegagalan selanjutnya lagi bagai daun, dan keberhasilan itu bagai bunga yang bermekaran. Akar itu buruk rupanya tapi paling kuat pengaruhnya. Kegagalan  selanjutnya lebih ringan karena kita sudah melewati akar, dan keberhasilan itu sangat indah, ditopang oleh akar, batang, dan daun. Maka jadikan kegagalan sebagai akar penyemangat untuk memekarkan bunga keberhasilan.

12 Ramadhan 1434 H / 21 Juli 2013
Pada kegagalan yang ke_4 dibidang 'itu'

(Maaf, jika tulisannya tidak beraturan. Jika ada masukan,silakan. Terima kasih.)